Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Kita tumbuh dengan cerita-cerita besar tentang para pahlawan yang mengukir sejarah. Salah satu nama yang paling menginspirasi adalah Shalahuddin Al-Ayyubi — pemimpin agung yang membebaskan Baitul Maqdis, dikenal karena kejeniusannya di medan perang, keteguhannya dalam prinsip, dan kebersihan hatinya terhadap lawan sekalipun. Kita sering memandangnya sebagai satu sosok tunggal yang menjadi penentu kemenangan umat, seolah-olah segalanya bertumpu pada dirinya seorang.
Namun sesungguhnya, Shalahuddin bukanlah satu-satunya sebab dari kemenangan itu. Ia adalah simbol dari sebuah generasi yang bangkit. Ia adalah wajah dari sebuah umat yang bergerak bersama. Di balik keberhasilannya, ada ribuan manusia yang mengambil peran dalam diam. Ada ulama yang menguatkan fondasi akidah umat, ada para penuntut ilmu, pedagang, penulis, pejuang ekonomi, guru, ibu rumah tangga, dan rakyat biasa yang seluruhnya menjadi penyokong kebangkitan itu. Mereka bukan figur publik, namun tanpa mereka, kemenangan itu tak akan pernah terjadi.
Shalahuddin menjadi pemimpin karena ada umat yang siap dipimpin. Ia menjadi ujung tombak dan wajah kebangkitan karena tubuh umat sudah kuat menopangnya. Sebuah anak panah tak akan pernah melesat jika tak ada busur dan tangan yang menariknya. Maka, kemenangan sejatinya adalah hasil dari gerakan kolektif sebuah generasi — bukan kerja satu orang.
“Tokoh besar tidak lahir dari ruang hampa. Mereka lahir dari zaman yang membesarkan mereka. Maka jika ingin melihat lahirnya seorang Shalahuddin, bangunlah masyarakat yang layak melahirkannya.”
Di balik kemenangan itu, di balik Shalahuddin sebagai wajah, ada bagian tubuh lain yang bekerja, mereka yang tidak tampak. Ada yang perannya seperti darah — mengalirkan semangat dan ruh kebaikan ke seluruh tubuh umat. Ada yang menjadi mata — membaca peluang kebangkitan dengan ilmu, teknologi, dan kecerdasan zaman. Ada yang menjadi tulang punggung — menopang umat melalui ekonomi yang mandiri dan struktur sosial-politik yang kuat. Ada pula yang menjadi jari-jemari — mengatur komunitas dan organisasi dengan sistematis. Ada yang menjadi kaki — yang membawa umat ini bergerak dari stagnasi menuju perubahan. Dan ada pula yang menjadi lidah — menyampaikan ide, narasi, dan gagasan yang menghidupkan kembali harga diri dan misi umat Islam.
Semua peran itu penting. Tidak harus sempurna. Tidak harus besar. Yang dibutuhkan hanyalah kesediaan untuk hadir dan mengisi ruang kosong. Karena dalam perjuangan, bukan ukuran yang utama, melainkan keikhlasan dan kesinambungan. Kadang, satu langkah kecil yang konsisten lebih berdampak daripada lompatan besar yang hanya sesaat.
“Perjuangan itu ada bermacam-macam bentuknya. Maka bentuk kemenangan pun akan lahir dalam bentuk yang berbeda-beda.”
— refleksi dari pemikiran Syaikh Abdul Karim Bakkar
Kita hidup di zaman yang berbeda. Tapi luka umat belum sembuh. Penjajahan belum benar-benar usai. Dan di banyak tempat, harga diri umat ini masih diinjak-injak. Kita terlalu banyak berharap akan datangnya sosok penyelamat, terlalu lama menunggu tokoh besar berikutnya. Tapi bisa jadi, yang dunia tunggu sebenarnya adalah kita — generasi yang mau bangun dan mengambil peran.
“Kita tak perlu menjadi matahari. Menjadi lilin kecil yang menerangi sekeliling pun sudah cukup untuk mengubah keadaan.”
— inspirasi dari semangat Hasan al-Banna
Mungkin kita bukan Shalahuddin yang dikenal dunia. Tapi mungkin, kita adalah Shalahuddin yang sedang tertidur. Dan sejarah sedang berbisik di telinga kita:
“Bangunlah. Sekarang giliranmu.”