Kita hidup di masa dimana semua jenis dosa mulai dari kaum Nuh, kaum Luth, kaum Tsamud, Fir’aun & Haman bersatu

Baru-baru ini, publik dibuat terkejut dan muak oleh kemunculan grup publik di Facebook yang terang-terangan mempromosikan fantasi seksual sedarah (inses). Grup itu berisi pengakuan dan cerita tidak senonoh yang melibatkan anggota keluarga sendiri. Ironisnya, beberapa unggahan bahkan menampilkan foto anak-anak, sesuatu yang tak hanya melanggar moral tapi juga hukum dan kemanusiaan.

Sayangnya, kasus ini bukan satu-satunya. Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengungkap bahwa lebih dari 30 grup serupa tersebar di Facebook, mengindikasikan bahwa ini sudah menjadi epidemi digital, bukan lagi penyimpangan individual.

Fenomena ini mencerminkan bagaimana nafsu yang tak terkendali bisa menyeret manusia ke titik serendah binatang—bahkan lebih rendah. Ketika akal dikalahkan oleh syahwat, maka batas dosa dan kemanusiaan pun ikut lenyap.

Dulu, Satu Kaum Dihancurkan Karena Satu Jenis Dosa

Sejarah mencatat, kaum-kaum terdahulu dihancurkan hanya karena satu bentuk pembangkangan:

  • Kaum Nuh dibinasakan karena terus membangkang dan mengolok-olok kebenaran.
  • Kaum Luth dimusnahkan karena penyimpangan seksual dijadikan budaya.
  • Kaum Tsamud binasa karena kesombongan dan pengingkaran terhadap utusan Tuhan.
  • Fir’aun dan Haman ditenggelamkan karena menuhankan kekuasaan dan menindas kebenaran.

Tapi hari ini, kita hidup di masa di mana semua jenis dosa itu hadir bersamaan. Kebenaran diejek dan dijadikan konten viral. Penyimpangan dirayakan atas nama kebebasan individu. Kekuasaan dijadikan tameng untuk membungkam kebaikan.

Belas Kasih yang Masih Menyelamatkan

Namun di tengah kegelapan moral ini, masih ada bentuk belas kasih Allah ﷻ yang tak boleh kita abaikan:

  1. Allah belum menyegerakan azab-Nya, meski dunia kian berani menantang langit. Ia masih memberi waktu, agar manusia sempat sadar dan bertaubat.
  2. Allah masih menjaga sebagian hati tetap hidup, agar tak ikut mati bersama zaman yang merayakan dosa tanpa malu.

Jangan Remehkan Nikmat Hati yang Belum Mati

Ketika rasa jijik masih muncul saat melihat kebusukan,
ketika hati masih bisa pedih melihat penyimpangan dipromosikan—
itulah tanda bahwa Allah masih berbelas kasih padamu.

Jangan remehkan nikmat terbesar itu:
hati yang belum mati.

Semoga kita termasuk di antara orang-orang yang tetap waras, tetap peduli, dan tetap menjaga nurani—meski dunia perlahan kehilangan akalnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *